Kamis, 16 Januari 2014

MAKALAH KRIMINOLOGI

MAKALAH KRIMINOLOGI

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah sederhana ini yang berjudul “PERDAGANGAN ORANG DITINJAU DARI PERSPEKTIF KRIMINOLOGI” sebagai tugas mata kuliah KRIMINOLOGI.
Makalah ini berisi pembahasan tentang perdagangan orang yang ditinjau dari perspektif kriminilogi. Tujuan pembuatan makalah ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan kepada pembaca tentang masalah kriminologi yang berkaitan dengan perdagangan orang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang bersangkutan dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Penulis memerlukan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Oleh karena itu, penulis meminta maaf atas kekurangan dalam pembuatan makalah ini.

Penulis















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................   1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Penyebab Timbulnya Tindak Pidana Perdagangan Orang............................................. 3
B. Bentuk-Bentuk Tindak Perdagangan Orang...................................................................   4
C. Rute Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia...................................................   5
D. Dampak dari Tindak Pidana Perdagangan Orang...........................................................  6
E. Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Pedagangan Orang...................................   7
BAB III PENUTUP
A. Simpulan......................................................................................................................... 10
B. Saran............................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 11

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang dianggap sebagai sumber perdagangan wanita, anak, dan pria untuk tujuan kerja paksa dan eksploitasi seks komersil. Pada lingkup yang lebih kecil, Indonesia menjadi Negara tujuan dan transit untuk perdagangan manusia dari Negara lain.
Provinsi-provinsi di Indonesia menjadi sumber maupun tujuan perdagangan manusia terutama adalah Jawa diikuti kemudian oleh Kalimantan Barat, Lampung, Sumatra Utara, Banten Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara. Perdagangan gadis remaja terutama dari wilayah Kalimantan Barat ke Taiwan yang berpura-pura sebagai pengantin wanita masih terus terjadi. Setiba disana, mereka dipaksa menjadi pelacur (Palupi, 2009: 7). Sebuah tren baru terjadi satu tahun terakhir ini yaitu perdagangan puluhan wanita Indonesia ke wilayah Kurdistan di Irak untuk menjadi pembantu rumah tangga (PRT). Tren lainnya adalah menculik gadis belia yang dilakukan para pelaku perdagangan manusia untuk dikirim ke Malaysia dan dipaksa menjadi pelacur. Wanita dari Cina, Thailand, dan Eropa Timur diperdagangkan ke Indonesia untuk tujuan eksploitasi seksual meskipun jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan jumlah wanita Indonesia yang diperdagangkan untuk tujuan serupa.
Perdagangan manusia di dalam negeri masih menjadi masalah besar di Indonesia, di mana para wanita dan anak dieksploitasi menjadi PRT, pekerja seks komersial, dan buruh pabrik-pabrik kecil. Para pelaku perdangan manusia kadang bersekongkol dengan pihak sekolah untuk mulai merekrut pelajar-pelajar muda di sekolah kejuruan untuk menjadi tenaga kerja paksa di hotel Malaysia melalui peluang “magang” yang sebenarnya fiktif. Warga dari Indonesia direkrut dengan tawaran untuk bekerja di restoran, pabrik, atau sebagai PRT dan kemudian dipaksa menjalani perdagangan seks. Selain itu, sangat mengenaskan juga dialami oleh anak-anak Indonesia yang menjadi korban pariwisata seks dengan pelaku mayoritas dari wisatawan Malaysia dan Singapura. Pariwisata seks yang melibatkan anak-anak banyak ditemui di daerah - daerah perkotaan dan daerah tujuan wisata.
Tindak pidana perdagangan manusia yang merupakan kejahatan lintas Negara atau kejahatan transnasional sudah menjadi keprihatinan global Negara-negara di dunia. Khusus untuk Indonesia agar dapat menjerat pelaku tindak pidana trafiking, Indonesia sudah mempunyai Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Akan tetapi, disayangkan sekali terkadang aparat penegak hukum  justru menjadi mitra bagi pelaku perdagangan manusia, misalnya kerjasama dengan PJTKI.
Sosiologi kriminal sangat membutuhkan data-data akurat dengan mengadakan pencatatan dari kejahatan yang terjadi dengan meninjau secara keseluruhan gejala ini dalam angka-angka (Bonger, 1995: 27).
Statistik untuk Perdagangan orang yang konkrit dan dapat diandalkan di Indonesia masih sangat sulit untuk didapatkan, karena ke-ilegalan-nya dan karena sifatnya tersembunyi. Meskipun demikian, informasi berikut ini mungkin dapat memberikan gambaran cakupan dari masalah ini; pertama buruh migran: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi memperkirakan bahwa pada tahun 2009 terdapat sekitar 500.000 warga negara Indonesia yang bermigrasi keluar negeri untuk bekerja melalui jalur tidak resmi. Berbagai LSM di Indonesia (termasuk juga KOPBUMI) memperkirakan bahwa sekitar 1,4 sampai 2,1 juta buruh migran perempuan Indonesia saat ini sedang bekerja diluar negeri; kedua Pembantu Rumah Tangga (PRT): Sebuah laporan dari konferensi ILO-IPEC 2001 memperkirakan bahwa ada sekitar 1,4 juta PRT dari Indonesia di Malaysia, dan 23 persennya adalah anak-anak; ketiga Pekerja Seks Komersial: Sebuah laporan Organisasi Perburuhan Dunia (ILO) tahun 2008 memperkirakan bahwa ada sekitar 130.000 – 240.000 pekerja seks dari Indonesia di Honkong dan sampai 30 persennya adalah anak-anak di bawah 18 tahun (Hamim dan Agustinanto, 2008: 61).
Berdasar latar belakang tersebut di atas, maka tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana “Tindak Pidana Perdagangan Orang Ditinjau dari Perspektif Kriminologi.” Dalam makalah ini, digunakan istilah tindak pidana perdagangan orang, karena berpedoman dari Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, meskipun ada istilah lain yaitu trafiking.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang menjadi penyebab timbulnya tindak pidana perdagangan orang?
2.    Apa saja bentuk-bentuk tindak perdagangan orang?
3.    Bagaimana rute tindak pidana perdagangan orang di Indonesia?
4.    Apa saja dampak yang ditimbulkan dari tindak pidana perdagangan orang?
5.    Bagaimana pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang?



BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyebab Timbulnya Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pembahasan dalam menguraikan sebab-sebab dari tindak pidana perdagangan orang berpedoman dari pengertian kriminologi berdasarkan pendekatan sebab akibat, dimana kriminologi menjelaskan hubungan sebab akibat dan fakta kriminal, serta berusaha mencari jawaban mengapa kejahatan terjadi. Sedangkan kejahatan ini sendiri diartikan sebagai perilaku yang anti sosial yang telah dilarang dan dirumuskan dalam hukum positif sebagai kejahatan.
Sedangkan untuk penyebab tindak pidana perdagangan orang sangat luas sekali, tidak ada satupun yang merupakan sebab khusus terjadinya tindak perdagangan orang di Indonesia. Hal tersebut dapat disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda, termasuk didalamnya adalah; pertama, kurangnya kesadaran. Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia ataupun di luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya perdagangan orang dan tidak mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak mereka dalam pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan.
Kedua, kemiskinan. Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk merencanakan strategi penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi untuk bekerja dan bekerja karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang dilakukan seseorang guna membayar hutang atau pinjaman. Ketiga, keinginan cepat kaya. Keinginan untuk memiliki materi dan standar hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan membuat orang-orang yang bermigrasi rentan terhadap  perdagangan orang. Keempat, faktor budaya. Faktor-faktor budaya berikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya perdagangan orang: yaitu peran perempuan dalam Keluarga, peran anak dalam keluarga, perkawinan dini, dan sejarah pekerjaan karena jeratan hutang (Valentina, 2008: 14).
Sebab-sebab dari perdagangan orang diatas sesuai dengan teori sosiologi kriminil, tentang kejahatan sebagai suatu gejala di masyarakat. Sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat, dalam arti luas juga termasuk penyelidikan mengenai keadaan sekeliling fisiknya (Bonger, 1995: 25).
Dalam psikoanalisa tentang kriminalitas menghubungkan delinquent dan perilaku criminal dengan suatu “conscience” (hati nurani) yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan individu, dan bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera (Santoso dan Zulfa, 2007: 51). Artinya bahwa, terkait dengan tindak pidana perdagangan orang ini, pelaku banyak mendapatkan kesempatan melakukan kejahatan karena calon korban lebih didominasi faktor ekonomi dan lemahnya langkah pencegahan dan pelindungan pemerintah terhadap calon korban.
Dalam hal ini juga sangat bertolak belakang dengan teori Lombrosso yang menyatakan bahwa asal muasal kejahatan berasal dari gen kebuasan dan sikap liar yang diturunkan oleh nenek moyang serta dapat ditandai dengan ciri fisik seseorang (Santoso dan Zulfa, 2007: 25). Padahal, banyak sekali kejahatan yang pelakunya sangat rapi sehingga terkadang masyarakat tidak menyangka kalau orang tersebut pelaku kejahatan, demikian sebaliknya. Jika calon korban mampu melakukan proteksi diri maka kecil kemungkinan perdagangan orang dapat terjadi, terlebih di sini pelakunya bukan orang yang bodoh atau tidak berpendidikan, rata-rata mereka mempunyai jaringan ke luar negeri.

B. Bentuk-Bentuk Tindak Perdagangan Orang
Ada beberapa bentuk tindak perdagangan orang yang harus diwaspadai, karena terkadang masyarakat tidak sadar bahwa dirinya sudah menjadi korban dari perdagangan orang. Bentuk-bentuk tindak pidana perdagangan orang menurut Agus Hamim dan Agustinanto (2008: 40) tersebut, yaitu: pertama kerja paksa seks dan eksploitasi seks – baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia. Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan-pekerjaan lain tanpa keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan.
Kedua, Pembantu Rumah Tangga (PRT) – baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia diperdagangkan ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk jam kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan ilegal, upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi, kerja karena jeratan hutang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain untuk memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri.
Ketiga, Bentuk Lain dari Kerja Migran – baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. Meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang lainnnya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik, restoran, industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini diperdagangkan ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak di tempat kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan.
Keempat, Penari, Penghibur dan Pertukaran Budaya – terutama di luar negeri.  Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan. Kelima, Pengantin Pesanan – terutama di luar negeri. Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks.
Keenam, Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak – terutama di Indonesia. Beberapa (tidak semua) anak yang berada di jalanan untuk mengemis, mencari ikan di lepas pantai seperti jermal, dan bekerja di perkebunan telah diperdagangkan ke dalam situasi yang mereka hadapi saat ini. Dan terakhir, Penjualan Bayi – baik di luar negeri ataupun di Indonesia. Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di luar negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi ilegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut ke pasar gelap.

C. Rute Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia
Perdagangan orang terjadi di seluruh Indonesia dengan beberapa daerah ditengarai sebagai daerah pengirim/asal, penerima dan transit. Secara umum daerah-daerah ini terkait dengan daerah-daerah pengirim/asal, penerima dan transit untuk buruh migran, karena biasanya trafiking akan memangsa orang-orang yang mencari kerja jauh dari rumah/tempat asal mereka.
Daerah pengirim/asal adalah daerah asal korban, dimana daerah pengirim cenderung merupakan daerah yang minim dan biasanya pedesaan dan relatif miskin. Daerah-daerah pengirim ini biasanya berlokasi di Jawa, meskipun Lombok, Sulawesi Utara, dan Lampung juga dikenal sebagai daerah pengirim (Palupi, 2009: 15).
Daerah penerima adalah daerah-daerah kemana para korban dikirim. Tujuan tertentu mempunyai ciri trafiking tertentu. Misalnya: Kerja Seks secara Paksa: Batam, Jakarta, Bali, Surabaya, Papua dan daerah lainnya dimana industri seks dan pariwisata ditemukan di Indonesia. Jepang, Malaysia, Singapura dan Korea Selatan dikenal sebagai daerah tujuan internasional. Pembantu Rumah Tangga (PRT): Semua daerah kota besar baik di Indonesia maupun Hong Kong, Malaysia, Timur Tengah, Singapura ataupun Taiwan. Untuk pengantin pesanan: Taiwan. Penari budaya: Jepang. Indonesia sebagai Negara Penerima: Ada beberapa bukti bahwa para perempuan juga ditrafik ke Indonesia dari Asia dan Eropa untuk bekerja di industri seks (Palupi, 2009: 16).
Daerah transit adalah daerah-daerah yag dilewati oleh para korban sebelum sampai ke tempat tujuan. Kebanyakan daerah transit adalah daerah-daerah yang memiliki pelabuhan, bandara, terminal transportasi darat yang besar dan daerah-daerah perbatasan internasional. Ini termasuk Jakarta, Batam, Surabaya, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Lampung.

D. Dampak dari Tindak Pidana Perdagangan Orang
Akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana perdagangan orang sangat komplek, artinya selain timbul dampak sosial di masyarakat juga menimbulkan dampak emosional terhadap para korban, diantaranya adalah perasaan kehilangan kendali dan kurangnya rasa aman. Kejadian yang traumatis merenggut perasaan kendali diri individu yang sering mengarah kepada perasaan tidak nyaman dan kurang aman yang menyeluruh dan mendalam, serta korban telah secara paksa dipisahkan dari sistem lingkungan dan kekerabatan mereka – sehingga wilayah keselamatan serta keamanan mereka telah dilanggar. Mereka mungkin juga telah diancam oleh pelaku agar tidak menceritakan pengalaman mereka. Hal ini menyebabkan mereka sulit untuk mempercayai orang lain dan berbicara mengenai pengalaman mereka. Hal yang paling penting ketika berhubungan dengan para para korban dalam pemberian layanan adalah menciptakan rasa aman bagi mereka.
Rasa tidak percaya diri. Orang yang telah menjadi korban kekerasan dan kekerasan seksual biasanya memiliki rasa kepercayaan diri yang kurang. Ini dapat dimanifestasikan dalam berbagai macam tingkah laku seperti depresi, rasa malu, kelesuan, respon emosional yang keras, ketidakpekaan emosional, dan lain-lain. Stigma sosial dan rasa malu karena beberapa alasan, diantaranya pengalaman yang telah mereka lalui selama proses perdagangan orang (misalnya pemerkosaan, penyiksaan, pelecehan seksual), mereka tidak berhasil untuk mendapatkan uang untuk keluarga mereka, mereka merasa merekalah yang menyebabkan pelanggaran yang mereka alami tersebut (Luhulima dan Kunthi Tridewiyanti, 2000: 60).
Respon emosional yang keras. Trauma perdagangan orang dapat muncul berbagai ragam respon emosional termasuk rasa marah, histeria, mudah menangis, sikap yang obsesif, kediaman, dan lain-lain. Tetapi respon seperti itu tidak dapat langsung dibaca. Misalnya, jika seseorang tertawa ketika menceritakan tentang penyerangan seksual kepada mereka, hal ini bukan berarti bahwa orang itu merasa ceritanya lucu.  Perdagangan orang biasanya melibatkan pengkhianatan kepercayaan atau manipulasi yang dilakukan oleh orang yang dipercaya
Memperlihatkan perilaku seksual. Respon sosial yang sering ditemukan pada korban kekerasan seksual adalah kecenderungan untuk memperlihatkan perilaku seksual. Hal ini dapat dimanifestasikan dalam bentuk menggoda, menyentuh, dan lain-lain. Dan ini biasanya terjadi pada kasus dimana korban adalah pekerja seks yang mengkonseptualkan jati diri mereka dalam bentuk-bentuk seksual. Jenis respon seperti ini dibentuk oleh fakta bahwa orang-orang tersebut telah menerima perhatian pada waktu lalu melalui interaksi seksual (bukan dipaksakan) sehingga mereka merasa bahwa satu-satunya cara agar mereka dapat menunjukkan pengendalian diri dan/atau mereka mungkin mencoba untuk mendapatkan perhatian dan penghargaan dari orang lain melalui perilaku seperti ini.

E. Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Pedagangan Orang
Pencegahan tindak pidana perdagangan orang bertujuan mencegah sedini mungkin terjadinya tindak pidana perdagangan orang. Untuk Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang juga sudah diatur dalam pasal 56 sampai dengan pasal 63, Undang-undang No. 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Indonesia juga mengadakan kerjasama internasional, karena perdagangan orang ini termasuk kejahatan lintas Negara (kejahatan transnasional). Misalnya, Badan-badan PBB, Pemerintahan asing, Kelompok negara-negara ASEAN, Lembaga Keuangan Internasional seperti IMF, WB, dan ADB, LSM Regional dan Internasional (HAM, Kesehatan, Bantuan Hukum, Hak Konsumen, Perlindungan Anak, Organisasi perempuan, Hak pekerja/buruh, Serikat Buruh/Pekerja).
Dalam kerangka instrument nasional, Indonesia dalam melakukan penanggulangan perdagangan orang melalui beberapa cara, diantaranya menggalang kesatuan antar lembaga yaitu Kementrian Eksekutif Negara (Meneg PP, Depnaker Trans, Kehakiman dan HAM, Depsos, Kantor Imigrasi, Diknas, Kejaksaan, Pariwisata, Menko Bidang Ekonomi, Menkokesra, Menkopolkam, Badan-badan Eksekutif Lokal, Legislatif (semua level), Sistem Yudisial, Penegak Hukum – Polisi, Imigrasi, Bea Cukai, Jaksa, Hukum Militer – penjaga perbatasan, Angkatan Laut), serta kerjasama dengan Komisi Pemberdayaan Perempuan (KPP) yang bertindak sebagai unsur utama pemerintah dan koordinator untuk Gugus Tugas Anti Perdagangan Orang Nasional, untuk menyiapka konsep rencana tindakan nasional 2009-2013 mengenai perdagangan orang (Kedutaan Besar Amerika Serikat, 2010: 7).
Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Anak Kepres No. 88 Tahun 2002; dibentuk melalui Keputusan Presiden RI Nomor 88 Tahun 2002. Tujuan umum Gugus Tugas ini adalah terhapusnya segala bentuk perdagangan anak. Untuk Gugus Tugas di daerah, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Departemen Dalam Negeri Nomor 560/1134/PMD/2003 yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota seluruh Indonesia. Dalam surat edaran tersebut diarahkan bahwa focal point pelaksanaan penghapusan perdagangan orang di daerah dilaksanakan oleh unit kerja di jajaran pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan menangani urusan anak melalui penyelenggaraan pertemuan koordinasi kedinasan di daerah dengan tujuan menyusun standar minimum dalam pemenuhan hak-hak anak, pembentukan satuan tugas penanggulangan perdagangan orang di daerah, melakukan pengawasan ketat terhadap perekrutan tenaga kerja, dan mengalokasikan dana APBD untuk keperluan kegiatan (Komnas Perempuan, 2009: 24).
Beberapa provinsi dan kabupaten membentuk rencana tindakan local dan komite anti pergangan orang. KPP mengadakan pendidikan sosialisasi anti perdagangan orang. Pemerintah nasional menunjukkan niat politik yang kecil untuk menegosiasikan kembali Nota Kesepahaman (MOU) 2006 dengan Malaysia yang mengabaikan hak PRT warga negara Indonesia untuk memegang paspor mereka saat mereka bekerja di Malaysia. Akan tetapi, Pemerintah tidak melakukan upaya-upaya untuk mengurangi permintaan tenaga kerja paksa atau permintaan pekerja seks komersil tahun lalu (Komnas Perempuan, 2009: 29).
Kepolisian Indonesia bekerjasama dengan pihak berwenang Australia dan Swiss menangkap dan mendeportasi dua pedofilia yang melakukan pelecehan seksual kepada anak-anak, dan sebuah pengadilan di Indonesia menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara kepada seorang wisatawan seks anak berkebangsaaan Australia pada tahun 2009. Pemerintah menyediakan pelatihan anti perdagangan orang kepada TNI sebelum mereka ditugaskan ke misi perdamaian internasional.
Selain itu juga sangat dibutuhkan peran serta masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan atau lembaga swadaya masyarakat (LSM), antara lain Lingkungan dan Keluarga, Organisasi kemasyarakatan, Serikat Buruh/Serikat Pekerja, LSM (HAM Komnas HAM) , Health (YKB), Bantuan Hukum (misalnya, LBH, PBHI), Hak Konsumen (misalnya. YLKIA), Perlindungan Anak (misalnya, Komnas PA, Organisasi Perempuan). Termasuk juga tokoh agama dan organisasi keagamaan serta tokoh masyarakat.
Selama tahun 2009, pemerintah Indonesia mengadili 129 tersangka pelaku perdagangan orang. Sedangkan pada tahun 2008 mengadili 109. Penjatuhan vonis pada tahun 2009 juga meningkat menjadi 55 dari 46 pada tahun 2008. Sebanyak 55 pengadilan dan 9 penjatuhan vonis pada tahun 2009 dilakukan atas kasus perdagangan buruh. Lama hukuman rata-rata yang diberikan kepada terpidana adalah 43 bulan, hampir sama dengan rata-rata tahun 2008 yakni 45 bulan (Kedutaan Besar Amerika Serikat, 2010: 8).
Akan tetapi, dengan mengadili tersangka tersebut usaha Indonesia masih belum maksimal, karena pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum pemberantasan perdagangan orang. Selain itu, pemerintah Indonesia belum menggunakan Undang-undang No. 21 Tahun 2007, tetapi masih menggunakan Undang-undang yang lain, misalnya Undang-undang mengenai Perburuhan. Sehingga belum ada restitusi bagi korban.
Disinilah sebenarnya arti penting dari kriminologi yang terutama digunakan digunakan untuk memberi petunjuk bagaimana masyarakat dapat memberantas kejahatan dengan hasil yang baik dan lebih-lebih bisa menghindarinya.


















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdagangan orang di Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks. Para korban yang ditrafiking bekerja dengan jam kerja relatif panjang dan rawan kekerasan fisik, mental, dan seksual. Mereka tidak mempunyai dukungan atau perlindungan minimal dari pihak luar. Kesehatan mereka juga terancam oleh infeksi seksual, perdagangan alkohol dan obat-obatan terlarang.
Mengatasi permasalahan perdagangan orang tidak hanya melibatkan satu lembaga, akan tetapi harus melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada di masyarakat, yaitu instansi-instansi pemerintah, LSM, organisasi kemasyarakatan yang tergabung dalam sebuah kemitraan yang diperkuat oleh peraturan pemerintah, paling tidak keputusan menteri untuk bersama-sama menangani masalah perdagangan orang.
Salah satu faktor pendorong perdagangan orang adalah ketidak-mampuan sistem pendidikan yang ada maupun masyarakat untuk mempertahankan anggota keluarganya supaya tidak putus sekolah dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Petugas kelurahan dan kecamatan yang membantu pemalsuan KTP yang diperdagangkan juga menjadi faktor pendorong utama perdagangan orang. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan instrumen hukum atau kebijakan yang lebih ketat secara efektif mencegah pemalsuan KTP.

B. Saran
Pemerintah Indonesia diharapkan secepatnya menetapkan standar minimum pembasmian perdagangan orang. Selain itu, harus mulai menggunakan Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana perdagangan Orang pada praktek-praktek perdagangan buruh, termasuk kerja ijon.
Adanya perbaikan kinerja pengadilan, pendakwaan dan penjatuhan hukuman atas kasus-kasus perdagangan buruh, termasuk yang melibatkan agen-agen perekrutan buruh. Memeriksa kembali Nota Kesepahaman dengan Negara-negara yang menjadi tujuan perdagangan untuk memasukkan perlindungan terhadap korban.
Perlu peningkatan upaya untuk mengadili dan mendakwa pejabat publik yang menarik keuntungan dari atau terlibat dalam perdagangan orang.Meningkatkan pendanaan bagi upaya penegakan hukum dan menyelamatkan, memulihkan, dan mengintegrasikan para korban.

DAFTAR PUSTAKA
Bonger. 1995. Pengantar  Tentang Kriminologi. Jakarta: Pustaka Sarjana
Hamim, Anis dan Agustinanto. 2008. Mencari Solusi Keadilan Bagi Perempuan Korban Perdagangan; Sulistyowati Irianti (ed). Perempuan dan Hukum, Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan. Jakarta: Yayasan Obor
Kedutaan Besar Amerika Serikat (Jakarta-Indonesia). 2010. Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tentang Perdagangan Orang di Indonesia.
Komnas perempuan. 2009. Penanganan Kasus-kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Di Lingkungan Peradilan Umum. Australian Government (AusAID)
_______, 2009. Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban. U.S. Embassy Democracy Commission
Luhulima, Achie Sudiarti dan Kunthi Tridewiyanti. 2000. Pola Tingkah Laku Sosial Budaya dan Kekerasan Terhadap Perempuan; Achie Sudiarti Luhulima (ed). Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif pemecahannya. Jakarta:Convention Watch
Palupi, Sri. 2009. Urgensi Amandemen Undang-undang No. 39 Tahun 2004, tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Yogyakarta: Institute for Ecosoc Rights
Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. 2007. Kriminologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Undang-undang No 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Valentina. 2008. Perdagangan perempuan dan Anak Dalam Pandangan Seorang Aktivis Perempuan; Sulistyowati Irianto (ed). Perempuan dan Hukum, Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan. Jakarta: Yayasan Obor




Rabu, 15 Januari 2014

PEMBERIAN KUASA


 PEMBERIAN  KUASA
A. Definisi
Menurut pasal 1729 kuhperdata : pemberi kuasa ialah perjanjian dimana seseorang memberi kekuasaan (wewenang) kepada orang lain yang menerimanya untuk dan atas nama pemberi kuasa melakukan suatu urusan.
Pemberi kuasa dapat dilakukan dapat dilakukan secara kusus mengenai suatu kepentingan.menurut pasal 1797 kuhperdata penerima kuasa tidak boleh melakukan perbuatan yang melampaui batas kuasanya.pada pasal 1799 kuhperdta menetapkan bahwa pemberi kuasa dapat secara langsung menuntut orang dengan siapa kuasa “atas namanya” uraian diatas menyimpulkan bahwa pemberian kuasa menimbulkan “perwakilan” artinya seseorang mewakili orang lain untuk melakukan perbuatan hukum.
B. Kewajiban kuasa
·        Menurut pasal 1800 kuhperdata kuasa selama belum dibebaskan dari tugasnya sebagai kuasa,harus melaksanakan tugasnya.dan tanggung jawab mengenai biaya kerugian dan bunga yang mungkin timbul karena ia tidak melaksanakan tugasnya.
·        Menurut pasal 1802 kuhperdata penerima kuasa berkewajiban untuk member laporan tentang segala aktifitas yang telah dilakukanya dan tentang pertanggung jawaban keuangan kepada pemberi kuasa.
·        Menurut pasal 1805 kuhperdata penerima kuasa berkewajiban membayar bunga dari uang pokok yang dipakai guna kepentingan pribadi.
·        Menurut pasal 1806 kuhperdata penerima kuasa yang telah memberitahukan kepada pihak ketiga dengan siapa ia mengadakan perjanjian dalam kedudukanya sebagai kuasa,tidaklah bertanggung jawab tentang apa yang terjadi diluar batas kuasanya,kecuali jika ia secara telah mengikat diri untuk itu.
C.  Hak kuasa
·        Kuasa berhak untuk menuntut kembali dari pemberi kuasa semua biaya yang telah dikeluarkanya untuk melaksanakan tugasnya sebagai kuasa oleh karena semua biaya itu dikeluarkan demi kepentingan pemberi kuasa dan menuntut pembayaran imbalan apabila hal itu telah ditetapkan berdasarkan pasal 1808 kuhperdata.
·        Pasal 1810 kuhperdata menetapkan bahwa kuasa berhak untuk menuntut kepada pemberi kuasa,bunga dari uang muka yang telah dikeluarkan olehnya,terhitung mulai dari pengeluaranya.
·        Pasal 1812 kuhperdata menetapkan bahwa kuasa untuk menahan segala milik pemberi kuasa yang berada dalam tanganya selama pemberi kuasa belum membayar lunas apa saja yang menjadi haknya kuasa dalam rangka pemberian kuasa.
D. Berakhirnya pemberian kuasa
Menurut pasal 1813 kuhperdata pemberian kuasa berakhir secara sebagai berikut:
1.      Penarikan kembali kuasa oleh pemberi kuasa.
2.      Pengunduran diri penerima kuasa
3.      Kematian,pengampuan,kepailitan pemberi atau penerima kuasa
E. Perwakilan
1.      Seseorang mempunyai hak mewakili apabila ia berwenang untuk melakukan perbuatan untuk dan atas nama orang lain.perwakilan dapat bersumber pada persetujuan atau undang-undang
2.      Perjanjian sebagai sumber perwakilan
Pemberian kuasa adalah perjanjian yang menimbulkan perwakilan.karena yang diwakili ingin mengikat dirinya oleh perbuatan kuasanya.
3.  Undang-undang sebagai sumber perwakilan
Pasal 47 UU perkawinan tahun 1974 nomor 1 menetapkan bahwa orang tua mewakili anaknya yang belum dewasa atau yang belum pernah melangsungkan perkawinan yang berada dibawah kekuasaan orang tuanya mengenai segala perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan.
4. Bentuk antara perwakilan langsung dan tak langsung
Seseorang memberitahukan pada pihak ketiga bahwa ia bertindak atas nama orang lain tanpa menyebut namanya,apabila ia melihat kemungkinan membelibarang-barang yang dapat dijial lagi dengan memperoleh keuntungan .